Karya Sastra merupakan salah satu cara untuk mengekspresikan diri. Indonesia memiliki banyak karya sastra yang sangat indah. Salah satunya yaitu karya sastra yang menggambarkan tentang Indonesia, Puisi Mata Luka Sengkon Karta karya seorang penyair ulung yakni Peri Sandi. Mata Luka Sengkon Karta merupakan puisi yang menggambarkan kejadian pada peristiwa G30SPKI.
Puisi tersebut memegang penghargaan sebagai juara Lomba Puisi Essay tahun 2012. Oleh karena itu, Jurnal Sajak Indonesia Menerbitkan Buku kumpulan Puisi Essay Juara Lomba Esai 2012 yang di dalamnya terdapat puisi karya Peri Sandi.
Buku tersebut mengambil judul yang sama, yakni Mata Luka Sengkon Karta. Selain itu, buku tersebut juga memuat kumpulan puisi essay lainnya yakni ‘Menggali Ingatan Reformasi dengan Puisi’ oleh Agus R. Sarjono, ‘Interegnum’ oleh Beni Setia, dan ‘Syair 1001 Indonesia’ oleh Saifur Rohman.
Puisi ‘Mata Luka Sengkon Karta’ mulai di kenal setelah Peri Sandi membacakannya pada tahun 2017 silam. Di bawah ini merupakan penggalan dari puisi ‘Mata Luka Sengkon Karta’ oleh Peri Sandi:
Serupa Maskumambang
pupuh mengantarkan wejangan hidup
kecapi dalam surya sunyi menyendiri
pupuh dan kecapi membalut nyeri
menyatu dalam suara genting
manusia memiliki akal dan budi
didampingi kodrat hewani
mencapai jalan ilahi
inilah maskumambang yang melayang
menyelinap ke dasar sanubari
menembus dunia fana
dan abadi
terluka, melukai, dilukai, dan luka-luka
menyelinap ke dasar sanubari
menembus dunia fana
dan abadi
terluka, dan melukai, dilukai, dan luka-luka
menganga akibat ulah manusia
manusia yang menjalankan cerita
tuhan yang menentukan akhirnya
Terengah-Engah dalam Tabung dan Selang
aku seorang petani bojongsari
menghidupi mimpi
daripada yang ditanam sendiri
kesederhanaan panutan hidup
dapat untuk
dilipat dan ditabung
1974 tanah air yang kucita
berumur dua puluh sembilan tahun
waktu yang muda bagi berdirinya sebuah negara
lambang garuda
dasarnya pancasila
undang-undang empat lima
merajut banyak peristiwa
peralihat kepemimpinan yang mendesak
bung karno diganti pak harto
dengan dalih keamanan negara
pembataian enam jenderal satu perwira
enam jam dalam satu malam
mati di lubang tak berguna
tak ada dalam perang mahabarata
bahkan di sejarah dunia
hanya di sejarah indonesia
Analisis Puisi ‘Mata Luka Sengkon Karta’
Peri Sandi mengawali puisi ini dengan penggambaran manusia dan keadaan maskumambang. Maskumambang merupakan penggambaran keadaan yang nelangsa dan penuh kesedihan. Selain itu, pada bait tersebut Peri Sandi juga menggambarkan bahwa seluruh kejadian di dunia ini telah ada yang menentukan yaitu oleh Tuhan. Dengan demikian, sekeras apapun manusia berusaha apabila tidak Tuhan tidak meridhoi, maka jalan cerita tidak akan sesuai dengan harapan manusia. Dengan demikian, keadaan tersebut disebut Maskumambang.
Umumnya, masyarakat mengenal puisi ‘Mata Luka Sengkon Karta’ dengan judul Petani Bojongsari. Padahal puisi ini berjudul ‘Mata Luka Sengkon Karta’ bukan Petani Bojongsari. Sedangkan, Petani Bojongsari hanyalah salah satu baris yang ada dalam puisi ini.
Salah satu hal yang menyebabkan masyarakat lebih mengenal dengan judul ‘Petani Bojongsari’ yaitu karena saat menyairkan puisi tersebut, peri sandi memulainya pada bait “Terengah-Engah dalam Tabung dan Selang” yang kemudian baris selanjutnya yaitu diawali kalimat ‘aku adalah petani bojongsari’. Oleh karena itu, masyarakat lebih mengenal dengan judul ‘Petani Bojongsari’.
Walaupun banyak masyarakat salah paham mengenai judul puisi ini, tidak sedikit masyarakat yang mengetahui judul asli puisi ini dan mulai mengkajinya.
Isi Sebagian Puisi ‘Mata Luka SAngkon Karta’
Puisi ini merupakan salah satu jenis puisi modern yang tidak terikat dengan berbagai aturan seperti jumlah baris dalam bait, sajak, jumlah suku kata, hingga rima. Puisi ini menggambarkan suasana yang mencekam, tragis,dan sedih. Selain itu, puisi karya Peri Sandi memuat isu politik yang menyindir pejabat aparat kala itu dan menjadi salah satu kritik sosial.
Kita dapat menyimpulkan bahwa puisi ini memiliki latar kejadian di masa lalu tepatnya pada tahun 1974. Puisi ini menceritakan dua orang petani yakni Sangka dan Karta yang hidup di Bojongsari. Selain itu, puisi ini juga menggambarkan tentang kejadian sadis pada tahun 1965 saat itu, mengenai pembantaian enam jenderal dan satu perwira dalam satu malam.
Selain itu, Puisi ‘Mata Luka Sengkon Karta’ menyindir mengenai Repelita yang berujung menyengsarakan rakyat. Kala itu, dibanding mengurus dan menyejahterakan rakyat, pemerintah memilih untuk membangun negeri dengan membuat infrastruktur-infrastruktur yang besar. Akibatnya, banyak rakyat sengsara dan kejadian kejahatan semakin banyak.
Mengenal Peri Sandi Penulis Puisi ‘Mata Luka Sengkon Karta’
Peri Sandi Huizche atau biasa lebih di kenal dengan Peri Sandi. Peri Sandi merupakan penyair sekaligus penulis dari puisi ‘Mata Luka Sengkon Karta’. Penulis puisi ‘Mata Luka Sengkon Karta’ ini lahir di Sukabumi, Jawa Barat. Beliau merupakan lulusan dari STSI Bandung jurusan Teater. Peri Sandi mulai di kenal dan viral pada tahun 2017 setelah beliau menyairkan puisi ‘Mata Luka Sengkon Karta’ dengan penuh jiwa sehingga sulit untuk terlupakan.
Peri Sandi mendirikan Buletik Daun Jati dan Komunitas Sastra Buahbatu (KSBB) di STSI. Selain itu, karyanya juga tercatat dalam antologi Di Kamar Mandi: 62 Penyair Jawa Barat Terkini dan antologi puisi dua bahasa Poetry of 118 Indonesian Poet: Diverse. Di samping itu, Penyair ini juga aktif di media sosial seperti instagram dengan nama akun instagram yakni @perisandihuizche.
Selain itu, Peri Sandi juga membuka kanal youtube dengan Peri Sandi Huizche yang telah memiliki 212 ribu subscriber. Peri Sandi mengunggah video mengenai pidato, sajak, dan puisi di kanal youtubenya.
Author: Fatin Chasyla Aliyya | Editor: Wiartika Sisil Mukaromah
Baca Juga: 3 Puisi Bertema Perjuangan, Bangkitkan Semangat Juang!